Minggu, 10 Februari 2008

Akan Berhasilkah SKS di SMA?


Rencana penerapan sistem satuan kredit semester (SKS) di SMA atau yang sederajat seperti yang Tertuang dalam draf final Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Standar Nasional Pendidikan (kini memasuki tahap harmonisasi dengan Departemen Hukum dan HAM) dapat dinilai sebagai langkah spekulasi dan coba-coba. Dirjen Dikdasmen (Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah) tentunya juga tidak tinggal diam; mempertimbangkan secara matang dan mendiskusikannya panjang lebar.
Di sisi lain, ada berbagai kalangan, terutama para guru yang tidak setuju adanya penerapan yang dinilai terlalu dini, belum mempertimbangkan kesiapan anak didik sekolah menengah, serta berbagai hal mendasar, seperti belum terpenuhinya pendidikan berkualitas oleh pemerintah juga tidak bisa dianggap enteng. Sebab, paling tidak, rasa ikut memiliki dan tanggung jawab sosial terhadap perkembangan, nasib, serta implikasi andaikan penerapan itu benar-benar diimplementasikan juga bukan tanggung jawab penguasa semata.
Sekarang, ada baiknya kita bermain logika sederhana dalam menyikapi rencana penerapan sistem SKS di SMA. Marilah memulai cara berpikir kita dengan asas untung-rugi, ekses positif-negatif bagi perkembangan anak didik dalam kerangka menemukan atau mencari jalan keluar dengan tetap mempertimbangkan faktor utama, yaitu siswa bersangkutan. Artinya, penting dipahami bahwa setiap kebijakan yang ditelurkan pemerintah memang tidak serta merta dapat memuaskan seluruh pihak yang berkecimpung dan merasakan langsung dampak kebijakan. Yang paling penting adalah setiap pihak yang berkecimpung dalam locus pendidikan sama-sama menyadari dan mengerti kondisi dan situasi sekarang dan tidak bersikeras serta mempertahankan keyakinan apabila memang format yang diusung secara nalar sehat, tidak atau kurang bisa dirasakan kebaikannya. Bukankah selalu ada dua sisi mata uang tidak pernah dapat disatukan?
Secara umum, mata pelajaran di tingkat SMA yang harus diikuti setiap siswa jelas berbeda dengan di perguruan tinggi yang menerapkan sistem SKS, termasuk mata kuliah umum (MKU) dan mata kuliah khusus (MKK). Di perguruan tinggi, mata kuliah yang diambil berbeda-beda di setiap fakultas dan jurusan, tergantung konsentrasi yang ditekuni. Juga, waktu yang ditempuh relatif panjang dan tidak dibatasi seperti halnya di SMP dan SMA yang dipatok tiga tahun. Apabila di tingkat sekolah menengah diterapkan sistem SKS, murid harus benar-benar dapat menyelesaikan mata pelajarannya dalam kurun waktu yang ditetapkan.

Penulis adalah calon Konsultan Pendidikan.
 

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wah..jangan terlalu emosi dong Tun..tenang dulu. Tarik nafas...
emang SKS kenapa?