Minggu, 10 Februari 2008

Jangan Kecilkan Peran Sekolah


Mendekati Ujian Nasional 2008 yang nota bene menjadikan enam mata pelajaran sebagai bahan yang diujiankan, lembaga bimbingan belajar mulai ramai dipadati siswa. Fenomena ini sudah biasa, tidak hanya di kota besar, tapi juga di kota-kota kecil kabupaten.

Bimbingan Belajar yang muncul bagai jamur di musim hujan, seolah telah menjadi lembaga penolong siswa agar berprestasi akademik, punya ranking di kelas, lulus UN dan lolos SPMB. Kehebatannya yang sudah terbukti dengan kelulusan atau keberhasilan lebih dari 70%, memang sulit disangkal. Setiap lembaga Bimbel tiap tahun selalu berpromosi dengan menyodorkan data keberhasilan peserta bimbelnya sehingga masyarakat kian percaya, dengan ikut bimbel anaknya terjamin beranking, lulus UN dan lolos SPMB.

Maka orang kemudian tak ragu memasukkan anaknya ke bimbel. Walau biayanya mahal, namun karena kemungkinan berhasilnya besar, berapapun pasti ditebak. Todak jarang hal tersebut menimbulkan pengelompokan ekonomi siswa. Sebab siswa yang kurang mampu hanya cukup mengandalkan belajar di kelas, pengayaan dan belajar mandiri di rumah. Sedangkan siswa dari golongan berada akan ngumpul berjubel di Bimbel. Lebih sial lagi kalau ada guru yang menjadi pengajar di bimbel, lebih mengistimewakan siswa yang ikutan bimbel dari pada yang tidak.

Namun bagi anak-anak di daerah yang tak ada bimbel, atau kurang mampu dalam hal biaya atau justru tak bergeming untuk ikut bimbel meski mampu, memang bukan wajib ikut bimbel. Kita patut memberi support pada mereka yang tidak ikut bimbel, bahwa bila sungguh-sungguh belajar mereka pun pasti bisa berprestasi. Bisa bagus rankingnya, lulus UN bahkan lolos SPMB. Jangan kecil hati, minder, dan rendah diri. Toh, pepatah rajin pangkal pandai, masih banyak terbukti. Bila rajin belajar, tanpa ikut bimbel pun tentu ada hasilnya.

Sebaliknya bagi siswa yang ikut bimbel, sebenarnya bisa jadi bumerang buat diri dan orangtuanya bila tak sungguh-sungguh belajar di bimbel. Jangan mentang-mentang Lembaga bimbelnya bagus, terkenal dan modern, lantas belajarnya seenaknya. ‘Bimbel adalah bimbel, dan kita adalah kita’. Kepintaran, semangat, niat sukses bukan ditentukan bimbel, tapi oleh diri anak didik sendiri. Sangat ironis dan tentu agak disayangkan bila telah ikut Bimbel ternyata prestasinya biasa-biasa saja, gak lulus UN apalagi SPMB. Sayang kan uang dibuang bila hasilnya nihi!

Kalau toh memang sukses dan kebetulan ikutan bimbel, sukses UN, Lolos SPMB, selayaknya siswa, orangtua dan bimbel sendiri jangan terlalu membesarkan jasa bimbel.

Memang hebat bila hanya dalam bulanan bahkan mingguan siswa tiba-tiba dibuat hebat menguasai materi dan menjawab soal-soal tes, tapi sebenarnya dasar kehebatan atau pemahaman itu awalnya sekolahnya yang melakukannya. Tak mungkin tanpa belajar dulu di sekolah mampu berprestasi besar. Tak mungkin bisa berlari bila tidak belajar berjalan dulu, dan tak mungkin membangun rumah bila tiba-tiba meletakan genting tanpa membangun dulu pondasi dan dinding temboknya. Jadi sewajarnya, jangan kecilkan peran pembelajaran di sekolah, sebab hal itu akan menyakitkan para guru dan sekolah sendiri yang bertahun-tahun mendidik para siswa.

Semoga kesuksesan selalu menimbulkan kearifan. Arif mengomentari dan merayakan keberhasilan, arif memandang orang lain atau pihak lain, arif berkata, arif mengkaji bahwa segalanya takan tercapai ujug-ujug, tanpa ada awal dan rangkaian proses.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

pernah ga kamu ngerasain jadi guru? Klo anak-anak mendengarkan pelajaran dan aktif, rajin mengerjakan tugas, rasanya semua sperti sudah beres. Tau apa yang paling membuat guru sedih? Klo anaknya gagal dalam ujian. Jadi... sekolah memang tidak tergantikan untuk formalitasnya, tapi... sekolah bukan satu-satunya tempat kita menjadi pintar dan pandai.
Klo bagitu, ada yang salah dengan lembaga bimbingan belajar?
Hmmm....
Sedari dulu, saya berprinsip: semua tergantung pribadi yang bersangkutan. Jamanku sekolah dengan EBTANAS, ketika semua masih serba amburadul.. yang menjadi terpenting adalah belajar, berlatih, dan percaya diri.

Anonim mengatakan...

Tapi aku seneng lo ada anak yang seperti kamu ini. Paling gak sudah ikut memikirkan nasib dunia pendidikan. Oya.. aku pernah jadi guru loh.. sebentar sih... makanya jadi bisa ngrasain sakitnya dicuekin sama anak-anak..palagi kalau ada yang bolos... kayak kamu itu....

Anonim mengatakan...

Selamat telah memiliki blog, ayo menulis dan menulis lagi...

Anonim mengatakan...

wah mudah2yah berhasil
ship!!